"... Bapa aku telah berdosa terhadap Surga dan terhadap bapa..."
(Luk 15:18)
(Luk 15:18)
Perumpamaan yang disajikan dalam Injil hari ini seringkali dikenal dengan sebutan Perumpamaan Tentang Anak Yang Hilang. Tetapi sebenarnya jika kita renungkan bukan hanya tokoh mengenai anak yang hilang saja yang ingin ditampilkan melainkan juga mengenai Bapa yang baik. Juga ditampilkan tokoh mengenai anak yang merasa diri sudah berbuat baik. Dengan kata lain, ada 3 tokoh utama yang bisa direnungkan. Pertama: anak yang hilang. Kedua: anak yang merasa diri baik. Ketiga: Bapa yang baik.
Anak yang hilang itu pergi ke negeri yang jauh. Dan memboroskan pemberian ayahnya dengan hidup berfoya-foya. Tetapi ia kemudian menyadari bahwa ia jauh dari rumah ayahnya dan ingin kembali. Singkatnya: ia bertobat. Pertobatan di sini berarti memahami kenyataan dirinya sebagai orang terasing, orang yang sungguh pergi menjauh dari rumah tempat di mana ia mengalami segala kebesaran dan kebaikan hati ayahnya. Pertobatan berarti bahwa ia menemukan jalan dan memutuskan secara bebas untuk pulang ke rumah ayahnya.
Sang ayah melihat anaknya dari jauh, dan kemudian mendapatkan dia, merangkul dia, mencium dia tanpa memperdulikan wujud si anak yang seperti peminta-minta miskin dan kotor. Pemborosan dan hidup berfoya-foya memberikan gambaran mengenai hilangnya kebahagiaan sebagai anak yang sudah jauh melarat tak punya apa-apa lagi. Dan kini kita diajak untuk merenungi kebaikan Allah sebagai Bapa yang baik. Pertobatan di sini berarti: percaya sepenuhnya bahwa Allah itu Bapa yang maha baik.
Lain lagi dengan sikap si sulung. Ia melihat bahwa sang ayah sangat tidak adil. Yang dilihatnya adalah ketidakadilan ayahnya. Tampaklah bahwa ia sebenarnya merasa tertekan karena bersikap taat kepada sang ayah. Ia tidak mengerti akan kelimpahan hidup karena selalu tinggal bersama sang ayah. Perumpamaan ini benar-benar mengajak kita untuk merenungi kehidupan kita berhadapan dengan Allah. Ada banyak pengalaman di dalam hidup kita yang menggambarkan sikap kita kepada Tuhan, Bapa yang baik. Maka baiklah dalam Masa Pra-Paskah ini kita masing-masing bertanya ke dalam diri kita sendiri.
Anak yang hilang itu pergi ke negeri yang jauh. Dan memboroskan pemberian ayahnya dengan hidup berfoya-foya. Tetapi ia kemudian menyadari bahwa ia jauh dari rumah ayahnya dan ingin kembali. Singkatnya: ia bertobat. Pertobatan di sini berarti memahami kenyataan dirinya sebagai orang terasing, orang yang sungguh pergi menjauh dari rumah tempat di mana ia mengalami segala kebesaran dan kebaikan hati ayahnya. Pertobatan berarti bahwa ia menemukan jalan dan memutuskan secara bebas untuk pulang ke rumah ayahnya.
Sang ayah melihat anaknya dari jauh, dan kemudian mendapatkan dia, merangkul dia, mencium dia tanpa memperdulikan wujud si anak yang seperti peminta-minta miskin dan kotor. Pemborosan dan hidup berfoya-foya memberikan gambaran mengenai hilangnya kebahagiaan sebagai anak yang sudah jauh melarat tak punya apa-apa lagi. Dan kini kita diajak untuk merenungi kebaikan Allah sebagai Bapa yang baik. Pertobatan di sini berarti: percaya sepenuhnya bahwa Allah itu Bapa yang maha baik.
Lain lagi dengan sikap si sulung. Ia melihat bahwa sang ayah sangat tidak adil. Yang dilihatnya adalah ketidakadilan ayahnya. Tampaklah bahwa ia sebenarnya merasa tertekan karena bersikap taat kepada sang ayah. Ia tidak mengerti akan kelimpahan hidup karena selalu tinggal bersama sang ayah. Perumpamaan ini benar-benar mengajak kita untuk merenungi kehidupan kita berhadapan dengan Allah. Ada banyak pengalaman di dalam hidup kita yang menggambarkan sikap kita kepada Tuhan, Bapa yang baik. Maka baiklah dalam Masa Pra-Paskah ini kita masing-masing bertanya ke dalam diri kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar